Hubungan Sipil dengan Militer di Libya merujuk teori dari Huntington


Rakyat Libya terstruktur disekitar keluarga, klan, atau suku. Dalam konstruksi sosial demikian, partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat lebih didasarkan pada kepentingan pribadi, keluarga, atau suku(‘ashabiyah). Dalam struk tur semacam itu, pemimpin suku memainkan peranan utama. Ada sekitar 140 suku di Libya. Setelah kemerdekaan dari Italia, suku-suku utama tersebar di tiga provinsi: Cyre -naica (Barka) bagian timur Libya yang beribu kota di Benghazi, Tripolitania di barat yang ber ibu kota di Tripoli, dan Fezzan di selatan. Pada era Kaddafi, untuk memudahkan control suku-suku itu, ketiga provinsi dipecah menjadi 10 kota utama dengan 32 distrik. Situasi saat ini tak ubahnya era 50-an di era pemerintahan Raja Muhammad Idris. Instabilitas sosial dan politik kala itu terjadi akibat pertentang anantara kabinet pemerintahan yang merupakan perwakilan suku-suku dan dewan kerajaan yang didominasi keluarga dan klan raja. 

Selama 17 tahun memerintah Libya, Raja Idris selalu mendahulukan keluarganya serta kepentingan Cyrenaica, wilayah yang menjadi basis kekuatannya.Salah satu kunci kesuksesan Revolusi Alfatih 1 September1969 yang dilancarkan Kaddafi untuk menggulingkan rezim Raja Idris adalah karena ia berjanji akan membagi kekuasaan yang adil dan merata bagi suku-suku utama di Libya. Janji itu di wujudkan Kaddafi dengan membentuk sistem pemerintahan  jamhariyah (massa rakyat populis), yang beranggotakan organisasi kongres rakyat (legislatif), komite komite (eksekutif), dan kesatuan-kesatuan, yang sebagian besar diisi perwakilan suku suku. Di Libya tidak ada partai politik, yang ada adalah koalisi kelas atau kesukuan.Setelah 42 tahun di bawah rezim Kaddafi, rakyat pun sadar, mereka sesungguhnya tidak memegang kedaulatan penuh. Kongres rakyat dan komite-komite di bawahnya hanyalah kepanjangan tangan Kaddafi. Secure de jure, Kaddafi memang tak pernah mengangkat dirinya sebagai presiden atau raja, tetapi hanya sebagai pemimpin revolusi (qa’id althawrah).Namun secara defacto, dialah pengendali utama Libya.Rakyat yang sudah muak akhirnya menemukan momentum perlawanan terinspirasi oleh saudara-saudara mereka di Tunisia dan Mesir. Mereka membentuk Dewan Oposisi Transisi Nasional, terdiri dari 31 anggota yang sebagian besar perwakilan suku-suku berpengaruh di Libya. Kelompok ini berpusat di Benghazi,sebuah kota yang dulu adalah basis utama Raja Idris. Sementara basis utama Khadafi berada di Tripoli dan Sirte, tempat suku Gadhafa pendukung utama Kaddafi.
Berdasakan fakta sejarah dan apa yang terjadi hingga saat ini di internal pemerintahan Kaddafi, bila di kaji dengan merujuk teori yang disampaikan Huntington mengenai hubungan militer dengan sipil, maka akan terpetakan menjadi sebagai berikut ;
a.      Objective Civilian Control
Menurut Huntington, pada objective Civilian control, pemerintahan dilakukan dengan cara memperbesar profesionalisme kaum militer, kekuasaannya diminimalisasi, namun tidak melenyapkan kekuasaan militer,melainkan tetap menyediakan kekuasaan pada batas – batas tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya.
Hal ini terjadi setelah berhasilnya Revolusi Alfatih, kekuasaan yang diterima Kaddafi setelah revolusi menunjukkan bahwa sudah tidak begitu diperlukan campur tangan militer terlalu banyak dalam pemyelenggaraan Negara, namun tidak berarti melenyapkan kekuasaan militer itu sendiri dengan fakta bahwa Kaddafi merupakan pemimpin revolusi yang secara logis berarti sebagai komandan operasi militer dalam revolusi nya yang lalu menjadi pemimpin Negara Libya dengan tatanan baru. Sesuai dengan objective civilian control, maka secara pasti akan berpola
(1)   Professionalisme kaum militer yang tinggi sebagai penjaga stabilitas Negara dari ancaman militer dan mendapat pengakuan dari pejabat – pejabat pemerintahan yang jelas akan batas – batas kewenangan militer itu sendiri.
(2)   Adanya subordinasi yang efektif antara pihak militer dengan Kaddafi sebagai pemimpin Negara sebagai seorang sipil dilain sisi tadinya merupakan pemimpin revolusi militer di Libya yang membuat pengambilan keputusan social dan militernya dapat dilakukan secara efektif.
Sedangkan disaat krisis seperti belakangan ini, maka akan sesuai dengan;
b.      Subjective civilian control
Dalam subjective civilian control ini, porsi kekuasaan dan kewenangan militer lebih besar dibandingkan dengan sipil. Pada saat krisis dan konflik berkepanjangan ini, maka kondisi di Libya sesuai dengan subjective civilian control yang memang militer lah yang mengambil alih komando strategi dalam mempertahankan Negara atapun pemimpin Negara dalam menghadapi ancaman walaupun ancaman tersebut berasal dari dalam negri dan berpotensi perang saudara (Civil War)apabila dibiarkan berlarut larut. Malah sudah semestinya lah militer turun tangan dan mengembangkan ranah kerjanya (maximizing military control) sesuai dengan teori Huntungton ini.

Postingan populer dari blog ini

SIMBOL TANDA BAHAYA, NFPA, MSDS

Menjadi seorang compliance

Menjadi Seorang GA / General Affair / Umum