PERSPEKTIF STRUKTURALISME


Perspektif ini berkembang dari pemikiran para pengkritik liberalisme.  Seperti halnya liberalisme muncul sebagai reaksi terhadap merkantilisme, perspektif strukturalis berkembang sebagai reaksi terhadap meluasnya liberalisme di abad19. Basis pokok perspektif ini adalah Marxisme. Sementara perspektif liberal memandang pasar bisa memungkinkan individu memaksimalkan perolehan, kaum Marxis melihat kapitalisme dan pasar telah menciptakan perbedaan yang ekstrim, yaitu kekayaan untuk kapitalis selalu diredistribusikan secara tidak merata. Walaupun setiap orang mungkin menikmati kehidupan ekonomi lebih baik dari sebelumnya, para kapitalis jelas meningkatkan kekayaan mereka dengan jauh lebih cepat daripada yang lain. Perspektif ini menolak pendapat bahwa pertukaran yang tejadi antar individu pasti memaksimalkan kemakmuran seluruh masyarakat. Karena itu, Marxis memandang kapitalisme sebagai sistem yang dalam dirinya mengandung bibit konflik dan yang harus dan akhirnya pasti akan dihancurkan dan diganti oleh sosialisme. Dalam hal ini pemikiran Marxis sesuai dengan Merkantilis, yaitu sama-sama mempersoalkan efek kegiatan ekonomi terhadap distribusi pendapatan. Kedua perspektif ini bahkan menganggap tujuan kegiatan ekonomi (dan politik) adalah redistribusi kekayaan dan kekuasaan. Bagi Marxis, distribusi kekyaan diantara kelas-kelas sosial ; bagi Merkantilis, yang paling pokok adalah distribusi lapangan kerja, industri, dan kekuatan militer diantara Negara-negara. Yaitu masalah-masalah yang tidak dipersoalkan oleh kaum liberal.
 
Kaum struktural membuat beberapa asumsi berikut. Pertama, bahwa kelas sosial (kelas transnasional menurut neo Marxis) adalah aktor dominan dalam ekonomi politik dan merupakan unit analisis pokok. Dalam masyarakat kapitalis, kelas kapitalislah yang menentukan kebijaksanaan publik termasuk politik luar negeri. Kedua, bahwa kelas-kelas itu bertindak berdasar kepentingan materiil mereka. Seperti halnya kaum liberal yang menganggap bahwa individu bertindak secara rasional demi memaksimalkan perolehan, kaum struktural berasumsi bahwa masing-masing kelas sosial itu bertindak demi memaksimalkan kemakmuran ekonomi kelasnya secara keseluruhan. Ketiga, bahwa basis dari ekonomi kapitalis adalah eksploitasi kelas buruh oleh kelas kapitalis. 


Analisis Marx mulai dari nilai berdasar tenaga kerja yang menyatakan bahwa nilai suatu produk ditentukan oleh jumlah tenaga kerja di masa lalu dan di masa kini yang dipergunakan untuk menghasilkannya. Marx percaya bahwa di bawah kapitalisme nilai suatu produk bisa dipilih kedalam tiga komponen : “Kapital konstan, yaitu hasil tenaga kerja di masa lalu yang mewujud dalam pabrik dan peralatan atau bahan dasar yang diperlukan untuk menghasilkan bahan dasr itu ;”capital variable”, yaitu upah yang dibayarkan untuk tenaga kerja masa kini untuk menghasilkan barang itu ;, dan “nilai lebih”—yang didefinisikan sebagai keuntungan, rente, dan bunga uang—yang diambil atau dibayarkan kepada kapitalis. Pengambilan nilai lebih oleh kapitalis itu, menurut Marx membuat buruh tidak bisa memperoleh hasil kerjanya sepenuhnya.
Asumsi ketiga ini menyebabkan kaum strukturalis itu berkesimpulan bahwa ekonomi politik bersifat konfliktual, karena hubungan antara kapitalis dengan buruh itu pada dasarnya antagonistik. Nilai lebih itu bukan hak sah atau “ganjatan” bagi kapitalis karena infestasinya tetapi dirampas dari kaum buruh.
Karena sarana produksi dikendalikan oleh suatu minoritas dalam masyarakat, yaitu kaum kapitalis, kaum buruh tidak dapat ganjatan yang jadi haknya sepenuhnya ; dan dengan demikian konflik antar kelas akan terjadi karena eksploitasi ini. Bagi Marxis, hubungan antara kaum kapitalis dengan kaum buruh bersifat “zero-sum”, yaitu keuntungan yang diperoleh kapitalis berarti kerugian bagi kaum buruh, begitupun sebaliknya.
 

Sementara Marx terutama menulis tentang ekonomi politik domestik, atau dinamika dan bentuk perubahan ekonomi di dalam satu Negara, Lenin memperluas gagasan Marx ke bidang ekonomi politik internasional untuk menjelaskan terjadinya imperialisme dan perang. Menurut argument Lenin, imperialisme bersifat endemik dalam kapitalisme modern. Ketika  kapitalisme merosot di Negara maju, kaum kapitalis berusaha memecahkan masalah itu dengan mengekspor modalnya keluar negeri. Karena modal ini memerlukan perlindungan menghadapi persaingan dari pesaing lokal maupun dari luar negeri, pemerintah akan mambantu melindungi kepentingan para investornya yang beroperasi di luar negeri itu dengan cara menjajah dan menciptakan koloni itu mulai menyempit, Negara-negara kapitalis itu akan bersaing satu sama lain untuk menguasai wilayah-wilayah itu dan  karena itu pada akhirnya perang antara Negara-negara kapitalis akan terjadi.


Sejak pertengahan 1960an muncul beberapa pemikir Marxis yang memperbaiki teori Lenin, seperti Paul Baran, Andre Gunder Frank, dan Immanuel Wallerstein. Menurut kelompok yang kemudian dikenal sebagai Neo-Marxis ini, sekarang kaum kapitalis telah menjadi kosmopolitan atau “transnasional”, berkepentingan dengan kecenderungan global dan sedikit sekali ikatannya dengan pemerintah-pemerintah Negara asal mereka. Akibtnya adalah munculnya sebuah kelas kapitalis internasional. Menurut perspektif Neo-Marxis yang “transnasionalis” ini, hubungan antar kapitalis yang berasal dari Negara manapun sekarang semakin harmonis. Sementara Lenin percaya bahwa konflik antar kapitalis dari berbagai Negara, dan konflik antara kapitalis dengan kaum buruh, akan berlangsung terus,  kaum Neo-Marxis “trans-nasionalis” menganggap bahwa pertikaian antar kapitalis dari berbagai Negara itu telah mereda dan semakin hilang. Yang tinggal dalam politik dunia adalah konflik antara kapitalis dan buruh.



Demikianlah pemikiran struktural, Marxis maupun Neo-Marxis, mencoba memperbaiki kesalahan pemikiran liberal. Namun perspektif struktural ini juga tidak terhindar dari kelemahan. Pertama, pemikiran struktural terlalu menekankan kelas sebagai variabel penyebab kegiatan ekonomi. Teoritisi Marx beranggapan seolah-olah di NKB terdapat suatu unit politik tunggal, yang didominasi oleh kelas kapitalis dan didukung oleh PMN maupun pemerintah NIM. Kedua, argumen struktural seringkali juga nampak tidak realistik. Misalnya, anjurannya agar NKB menarik diri dari kegiatan perdagangan internasional. Dinamika hubungan internasional masa kini tidak memungkinkan suatu Negara mengisolasi diri dari kegiatan ekonomi dunia. Terutama sekali bagi NKB yang menghadapi banyak masalah kritis akibat keterbelakangan ekonomi. Berhubung dengan kelangkaan sumber daya produksi di dalam negeri, mau tidak mau mereka harus mencari sumberdaya itu di kalangan anggota-anggota komunitas internasional. Para pengkritik pemikiran struktural ini mengajukan argumen bahwa masih banyak jalan bagi NKB untuk memanfaatkan ekonomi internasional bagi keperluan pembangunannya, tanpa harus berpegang pada liberalisme. Dan dari kalangan pengkritik ini muncullah satu perspektif yang bisa disebut reformis.

Postingan populer dari blog ini

SIMBOL TANDA BAHAYA, NFPA, MSDS

Menjadi seorang compliance

Menjadi Seorang GA / General Affair / Umum