Realisme


REALISME



 Realisme dominan setelah Pd II (1939-1979), pemikiran realisme memiliki kritik keras terhadap liberal internasionalisme. Realism mengemukakan bahwa hubungan antar Negara bersifat konfliktual.

Asumsi pokok :
 Pertama, memandang sinis sifat manusia. Dalam hal ini realisme memiliki perspektif yang bertolak belakang dengan liberalisme. Dikemukakan bahwa manusia merupakan makhluk yang cemas akan keselamatan dirinya dalam hubungan persaingan, sehingga mereka terdorong untuk memegang kursi kendali sebagai yang “terkuat”. Masing2 individu digambarkan sangat ambisius mengejar kekuasaan dan keinginan untuk berkuasa (animus dominandi)
Kedua, realisme yakin bahwa hubungan internasional bersifat konfliktual dan segala konflik internasional pada akhirnya akan di selesaikan dengan perang. Realisme yakin bahwa politik internasional berkembang seiring dengan anarki internasional.

Ketiga, isu utama yang diangkat oleh realisme adalah nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup suatu Negara.
Keempat, realism skeptic terhadap kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjdi dalam kehidupan politik domestic. Realism menganggap bahwa semua aturan yang ada seperti ; perjanjian, persetujuan, konvensi, kebiasaan dan hukum diantara Negara-negara hanya sebuah peraturan yang sewaktu-waktu dapat dikesampingkan apabila semua itu bertentangan dengan kepentingan vital suatu Negara.
Kelima, actor utama dalam hubungan internasional adalah Negara, dan kedaulatan adalah syrat mutlak. Hubungan internasional yaitu hubugan yang terjadi antara Negara berdaulat dengan Negara yang juga berdaulat.
Realisme klasik
Lebih di warnai oleh pemikiran Machiavelli dan hobbes. Machiavelli mengungkapkan bahwa nilai politik tertinggi adalah kebebasan, yaitu kemerdekaan (real politics). Oleh karena itu Machiavelli mengatakan pemerintah itu harus buas seperti “singa” dan cerdik seperti “rubah”. Pemikiran hobbes juga tidak jauh dari Machiavelli, hobbes mengungkapkan bahwa walaupun manusia mengetahui bahwa kepentingan pribadinya akan lebih baik apabila didapatkan melalui kerjasama (cooperation), tetapi mereka helpless. Selain itu hobbes juga menyoroti konflik, dalam pemikiran hobbes di jabarkan bahwa penyebab konflik terdiri dari 3 hal, yaitu; (1) kompetisi, (2) diffidence, dan (3) glory.

Kompetisi diakibatkan karena individu berupaya untuk mendapatkan sesuatu yang sama yang terbatas jumlahnya. Kompetisi menyebabkan manusia menginvasi untuk mendapatkan sesuatu. Diffidence merupakan keadaan dimana individu bertengkar karena berupaya mepertahankan sesuatu yang sudah dimilikinya yang terutama dikarenakan untuk mempertahankan diri dan keselamatannya. Sedangkan glory ialah konflik yang disebabkan oleh reputasi. Selain itu glory juga disebabkan oleh hal-hal sepele, seperti misalnya sebuah kata, senyuman, sebuah perbedaan opini dan berbagai tanda peremehan lainnya baik secara langsung kepada diri mereka ataupun melalui keluarga mereka, bangsa mereka, profesi mereka, atau bahkan nama mereka.
Apabila disimpulkan, dalam pemikiran dan gagasan Machiavelli terdapat tiga hal penting yang kemudian menjadi cornerstone bagi pemikir realis, yaitu; pertama, sejarah merupakan rangkaian antara sebab dan akibat, dimana arahnya dapat dianalisis dan dipahami melalui usaha ilmiah.
Kedua, teori tidak menciptakan praktek (seperti asumsi utopian), namun mempraktekkan teori. Dalam hal ini Machiavelli mengungkapkan bahwa “nasihat yang baik bilamanapun mereka datang, lahir dari kebijaksanaan pemimpin (oleh Machiavelli disebut prince), dan bukan kebijaksanaan pemimpin berasal dari nasihat yang baik”.
Ketiga, politik bukan merupakan fungsi etika(seperti asumsi utopian), namun etika politik. “manusia jujur karena ada paksaan” Machiavelli memahami pentingnya moralitas, namun dikatakan bahwa morallitas adalah produk dari kekuasaan, sehingga tidak akan ada moralitas yang efektif apabila tidak ada otoritas yang efektif pula.
Realisme modern
Morgenthau mengatakan bahwa politik domestic dan politik internasional merupakan dua manifestasi berbeda dari fenomena yang sama, yaitu struggle for power. Inti pemikiran Morgenthau terhadap hubungan internasional dipaparkannya dalam politics among nations; The struggle for power and peace, yang terangkum dalam enam prinsip realisme.
Pertama, self-centered, self-regarding,self-interested
Kedua, politik tidak dapat dipisahkan dari masalah ekonomi dan moral
Ketiga, realisme menganggap bahwa  dalam politik internasional, kepentingan nasional diartikan sebagai kekuasaan yang berlaku secara universal.
Keempat, realisme mempertahankan bahwa prinsip moral yang universal tidak dapat diterapkan pada tindakan-tindakan Negara dan perumusan mereka yang abstrak. Melainkan harus bersaing melawan keadaan, waktu dan tempat yang kongkrit.
Kelima, realisme menolak mengidentifikasi cita-cita moral bangsa tertentu dengan hokum-hukum yang menguasai alam semesta. Oleh karena itu, laum realis menentang pemikiran bahwa bangsa-bangsa tertentu dapat memaksakan ideologinya pada bangsa lain dan dapat menggunakan  kekuatan untuk mendukungnya.
Keenam, secara intelektual kaum realis mempertahankan politik yang mempunyai otonomi, seperti bidang misalnya (hukum, ekonomi, moral).

Postingan populer dari blog ini

SIMBOL TANDA BAHAYA, NFPA, MSDS

Menjadi seorang compliance

Menjadi Seorang GA / General Affair / Umum