UNDUE INFLUENCE/MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN (PENYALAHGUNAAN KEADAAN)
APA ITU UNDUE INFLUENCE?
DEFINISI / ARTINYA :
Keadaan dimana salah satu pihak yang mempunyai posisi kuat untuk menekan bahkan mengancam terhadap pihak yang mempunyai posisi lebih lemah sehingga bargaining position tidak seimbang. Pihak yang punya posisi lemah tidak diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatnya atas isi kesepakatan/perjanjian/perintah. Kesepakatan/perjanjian/perintah yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheiden atau undue influence) termasuk pada perjanjian yang dilarang, yang disebut dengan ikrah. Berbuat Ikrah berarti berbuat zalim. Akibat hukumnya, yaitu perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum.
Misalnya : Proses intervensi dari atasan atau vendor terhadap hasil uji/audit/testing 3rd party dari hasil reject/buruk/jelek menjadi OK dengan iming - iming hadiah dan atau tekanan/ancaman psikologi ataupun fisik lainnya.
Berkembanganya suatu masyarakat modern membuat masyarakat memiliki kebutuhan yang tinggi dan perlu untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup, masyarakat saling membutuhkan satu sama lain dan berinteraksi. Hubungan/interaksi mutual antar masyarakat yang satu dengan yang lain ini diikat dalam suatu perjanjian hingga muncul hak dan kewajiban.
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perjanjian mengatur para pihak yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian mengandung suatu prestasi (consensuss/kesepakatan) yang diperjanjikan. Misal kreditur berhak atas prestasi yang diperjanjikan dan debitur wajib melaksanakan prestasi tersebut. Maka, objek dari sebuah perjanjian adalah prestasi/consensus itu sendiri. Para pihak mengajukan konsep prestasinya dalam hak dan kewajiban mereka yang ditulis dalam klausul-klausul yaitu aturan tentang bagaimana para pihak menjalani kesepakatan mereka untuk mencapai visi - misi bersama. Para pihak dapat menciptakan perjanjian-perjanjian baru baik yang dikenal dalam hukum perjanjian bernama dan yang isinya dapat pula menyimpang dari perjanjian bernama yang diatur oleh Undang-Undang. Hal ini mengacu pada asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Asas kebebasan berkontrak tercermin dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
Kesepakatan dalam menentukan dan membuat suatu perjanjian merupakan kesepakatan yang saling mengutungkan (mutual benefit). Namun, pembuatan perjanjian sering bertolak belakang dari sikap win-win attitude, yaitu suatu sikap yang dilandasi oleh itikad baik, bahwa kontrak itu sedapat mungkin akan menguntungkan secara timbal balik. Itulah sebabnya, pangkal tolak dari setiap perjanjian sebenarnya adalah itikad baik, sekalipun dalam penyusunannya boleh saja melibatkan taktik dan strategi. Taktik dan strategi seringkali digunakan oleh pihak yang berada dalam posisi lebih kuat /dominan/ memiliki bargaining position untuk berusaha merebut dominasi atas pihak lainnya dan saling berhadapan sebagai lawan kontrak. Pihak yang posisinya lebih kuat dapat memaksakan keinginannya terhadap pihak lain demi keuntungannya sendiri, sehingga isi/syarat/klausul kontrak berat sebelah atau tidak adil. Ketidak adilan tersebut timbul karena adanya kebebasan para pihak tidak dapat dimaknai sebagai kehendak sepihak, akan tetapi kehendak dua belah pihak atau berbagai pihak.
Paksaan merupakan kekerasan jasmani atau ancaman memengaruhi kejiwaan yang menimbulkan ketakutan pada orang lain sehingga dengan sangat terpaksa membuat suatu perjanjian. Paksaan dapat berupa paksaan mutlak (absolut) dan paksaan relative. Paksaan Mutlak artinya subjek perjanjian dalam hal ini ditempatkan dalam posisi tidak ada pilihan lain, atau ditempatkan pada posisi harus menerima perjanjian tersebut. Sementara Paksaan masih memberikan kesempatan bagi salah satu yang dipaksa untuk mempertimbangkan menerima atau menolak perjanjian tersebut. Suatu ancaman dapat terjadi atau dilakukan dengan menggunakan cara atau sarana yang legal maupun ilegal. Contoh sarana yang ilegal adalah mengancam dengan menggunakan senjata. Sedangkan, contoh sarana yang legal adalah mengancam untuk melakukan permohonan pailit.
Kekeliruan/kesesatan/kekhilafan (dwaling). Pasal 1322 KUHPer membedakan kesesatan atau kekhilafan menjadi dua jenis, yakni error in personal dan error in substantia. Yang dimaksud dengan error in personal adalah kekhilafan mengenai hakikat orangnya. Dalam kondisi ini pembatalan perjanjian dilakukan atas dasar permintaan dari pihak yang dirugikan. Sementara error in substantia merupakan kondisi khilaf atau sesat mengenai hakikat barangnya.
Penipuan (bedrog). Penipuan terjadi apabila seseorang secara sengaja dengan kehendak dan pengetahuan menimbulkan kesesatan pada orang lain. Perbuatan yang dikategorikan sebagai penipuan misalnya fakta yang dengan sengaja disembunyikan atau apabila ada informasi maka informasi tersebut sengaja diberikan secara keliru atau dengan menggunakan tipu daya lainnya. Pihak yang merasa dirugikan harus dapat membuktikan adanya penipuan.
Kesepakatan yang mengandung unsur kekeliruan (dwaling), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) termasuk kesepakatan yang cacat kehendak. Cacat kehendak (wilsgebreken atau defect af consent) adalah kecacatan dalam pembentukan kata sepakat dalam suatu kontrak atau perjanjian perjanjian tersebut menjadi tidak sempurnanya kata sepakat. Kesepakatan yang mengandung cacat kehendak tampak adanya kata sepakat, tetapi kata sepakat itu dibentuk tidak berdasar kehendak bebas. Maksudnya salah satu pihak dalam memberikan kesepakatan merasa terbatasi oleh suatu hal.
- FB page : https://shrinke.me/nNMk
- Instagram @ayonaikkelas
- YouTube Channel https://shrinke.me/hN54A
Komentar